SEMARANG, KOMPAS.com - Pengurus Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) harus segera menyiapkan kompetisi untuk usia muda jika ingin mendapatkan bibit potensial untuk tim nasional. Selama ini potensi pemain belia seperti tersia-siakan karena tidak adanya kompetisi jenjang usia level nasional yang berkesinambungan.
Besarnya potensi pemain belia sebagai contoh bisa dilihat dari Liga Pendidikan Indonesia yang saat ini digelar secara serentak di delapan kota. Mereka siswa yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Namun demikian, mereka punya kemampuan dasar sepak bola yang terasah karena sebagian dari mereka mengikuti ekstrakurikuler atau berlatih khusus di sekolah sepak bola.
Pada Liga Pendidikan ini, para pemain belia menunjukkan semangat dan antusiasme yang tinggi. Mereka berjuang dan bekerja sama secara tim. Kegembiraan dari kemenangan dirayakan bersama, sebaliknya kekalahan pun diterima dengan berat hati serta tangisan air mata di pinggir lapangan.
Suasana ini yang terekam dari pertandingan terakhir Grup D di Stadion Citarum, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (19/10). Para pemain SMPN 48 Bandung yang mewakili provinsi Jawa Barat, tak mampu menahan kekecewaan setelah dikalahkan 0-1 oleh SMPN 4 Semarang yang mewakili Jawa Tengah.
Para pemain tertunduk lemas berurai air mata, mereka masih tak percaya kalau gagal melanjutkan perjuangan ke babak delapan besar. Mereka pantas bersedih karena sudah tampil bagus dan mendominasi jalannya pertandingan. Sayangnya sebuah kesalahan kecil terjadi menjelang pertandingan usai, mereka kecolongan satu gol, setelah pemain depan SMPN 4 lolos dari jebakan offside untuk menggiring bola sendirian sebelum melepas tendangan ke gawang. Meski sepakannya bisa diblok kiper, namun bola pantulan jatuh ke pemain SMPN 4 lainnya yang dengan mudah menceploskan bola ke gawang.
"Tentu saja kami kecewa dengan hasil ini. Akan tetapi, inilah pelajaran yang harus diterima. Semua pemain harus belajar tidak hanya dari sebuah kemenangan, tetapi juga harus merasakan dari sebuah kekalahan," kata pelatih SMPN 48, Agus Gustira.
Agus menambahkan, di usia mereka, kondisi mental memang sangat labil, sehingga mudah emosi dan sulit mengendalikan rasa kecewa. Apalagi sepanjang pertandingan mereka juga mendapat tekanan dari teriakan penonton dan beberapa keputusan wasit yang mengecewakan.
Namun demikian, kata Agus, kondisi ini memang harus dihadapi sebagai pembelajaran. Jika mereka sering menghadai situasi ini, nantinya mereka akan semakin matang secara mental. "Memang kompetisilah yang membuat pemain menjadi berkembang. Tidak hanya dari kemampuan teknik, tetapi juga mentalnya. Karena itu sangat disayangkan, jika kompetisi di usia muda terputus dan tidak ada jenjang lanjutannya," kata Agus.
Hal senada juga diungkapkan pelatih SMPN 4, Mustaqim. Menurutnya, tahun lalu timnya berhasil menjadi runner-up Liga Pendidikan Indonesia. Namun, setelah liga selesai, para pemainnya langsung bubar kembali ke SSB-nya. "Padahal, idealnya mereka bisa dipersiapkan untuk kompetisi level berikutnya, sehingga perkembangannya pun bisa dijaga," kata Mustaqim.
Untuk musim ini, lanjut Mustaqim, hampir semua pemainnya merupakan wajah baru. Namun demikian, potensi mereka tidak kalah dengan tim sebelumnya. "Bicara potensi, untuk pemain muda kita cukup banyak. Yang menjadi masalah, bagaimana kelanjutan mereka. Mestinya, PSSI membuat kompetisi jenjang usia muda, sehingga mereka bisa tertampung di dalamnya."